Selasa, 14 Juni 2011

Surabaya City Map




or for clearest map, just click that picture

Cagar Budaya

Kota Surabaya yang dijuluki Kota Pahlawan, memiliki 169 bangunan cagar budaya yang memiliki sejarah tersendiri. Bagunan cagar budaya merupakan warisan yang harus dilindungi. Bangunan bersejarah di Surabaya juga merupakan bukti bahwa kota ini layak menyandang sebagai kota pahlawan.

Sebelumnya telah ada 167 bangunan yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Sebanyak 61 bangunan ditetapkan pada tahun 1996 dan 102 bangunan ditetapkan pada tahun 1998. Adapun empat lainnya, ditetapkan pada tahun 2009, yakni Lapangan Golf Ahmad Yani, Gedung Gelora Pantjasila, Kolam Renang Brantas, dan gedung Perkumpulan Olah Raga Embong Sawo.

Untuk melesarikan warisan budaya tersebut, dinas Pariwisata kota surabaya untuk kedepanya akan merintis kerjasama dengan pabrik cat melalui Ikatan Arsitek cabang surabaya. itu dilakukan untuk perawatan terhadap 169 bangunan cagar budaya tersebut. Saat ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surabaya selalu melakukan pantauan terhadap banguna bersejarah di kota Surabaya. dinas pariwisata dibantu oleh Tim Cagar Budaya yang dbentuk oleh walikota. Tim tersebut memiliki tugas memberikan masukan atau sebagai tim ahli untuk menentukan kelayakan sebuah bangunan untuk dijadikan bangunan cagar budaya.

a. Monumen Tugu Pahlawan


Monumen yang merupakan simbol perjuangan Arek-Arek Suroboyo ini sengaja dibangun untuk mengenang semangat perjuangan Arek-Arek Suroboyo dalam mengusir penjajah. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Ir. Soekarno pada 10 November 1951, dan diresmikan pada 10 November 1952.

Dibangun dalam bentuk paku terbalik gedung yang terletak diantara JalanBubutan-Jalan Tembaan-Jalan Pahlawan-Jalan Kebon Rojo, dulunya lokasi ini merupakan bekas gedung Raad Van Justitie.

Memiliki ketinggian 40,45 meter , dengan diameter bawah 3,10 dan diameter atas 1,30 meter, bagian bawah monumen ini dihiasi ukiran bergambar trisula, cakra, stamba, dan padma sebagai simbol perjuangan.

b. Museum 10 November


Terdiri atas 2 lantai, di lantai 1 terdapat 10 gugus patung yang melambangkan semangat juang Arek-Arek Suroboyo. Selain itu, di lantai ini juga terdapat sosio drama pidato Bung Tomo serta ruang pemutaran film pertempuran 10 November 1945 (diorama elektronik) dan ruang auditorium.

Sementara, di lantai 2 digunakan sebagai ruang pamer senjata, reproduksi foto-foto dokumenter, dan koleksi peninggalan Bung Tomo. Terdapat pula ruang diorama statis yang menyajikan delapan peristiwa seputar pertempuran Sepuluh November 1945, lengkap dengan narasinya.

c. Monumen Jalesveva Jayamahe


Pendirian monumen ini digagas oleh Laksamana TNI Muhammad Arifin, seorang Kepala Staf TNI Angkatan Laut, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 5 Desember 1996, bertepatan dengan Hari Armada RI

Monumen yang menampilkan sosok perwira menengah TNI Angkatan Laut berpakain lengkap, membawa sebilah pedang, serta pandangan mengarah ke garis horisontal sambil berkacak pinggang ini memiliki ketinggian 31 meter di atas bangunan setinggi 29 meter.

Monumen yang didesain oleh pematung Nyoman Nuarta ini diharapkan dapat menambah semaraknya Ujung Surabaya. Karenanya, selain sebagai tetenger TNI AL, monumen yang bisa dilihat jelas dari Selat madura ini juga berfungsi sebagai mercusuar bagi kapal-kapal yang melintas di sekitarnya.

d. House of Sampoerna



Merupakan bangunan yang menjadi saksi pendirian sebuah pabrik rokok terbesar di Surabaya. Bangunan ini terletak di Surabaya sebelah utara dan memiliki arsitektur kuno. Sebenarnya bangunan yang megah ini dulunya adalah gedung pertunjukan, yang kemudian digunakan sebagai pabrik.

Di dalam bangunan yang kini telah diubah fungsi menjadi museum ini, kita bisa menyaksikan kisah dan kesusksesan Sampoerna. Di samping iru, kita juga bisa menyaksikan kota Surabaya tempo dulu melalui beberapa ilustrasi yang digunakan.

e. Balai Pemuda


Gedung lain yang hingga kini juga dilestarikan adalah kompleks Balai Pemuda Surabaya. Di sekitaran kompleks ini dulunya digunakan sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Belanda. Sejak dulu, di tempat ini tela diadakan berbagai macam pertunjukan dan hiburan untuk orang-orang Belanda. Kini, walau jaman telah erganti, Balai Pemuda tetap dilestarikan dan banyak dijadikan tempat warga kota yang ingin mempertunjukkan kebolehannya.

Senin, 13 Juni 2011

Lambang Surabaya dari Masa ke Masa

Sejak menjadi daerah kekuasaan Majapahit yaitu Karesidenan Surabaya sampai masa modern seperti saat ini, Kota Surabaya telah berganti logo/lambang kota sampai 3 kali.

1. Lambang pada saat masa Surabaya menjadi Karesidenan Surabaya


Bentuk lambang masih sederhana, ikan sura yang dilambangkan seperti ikan Hiu berbaring menghadap kearah kiri, sedangkan dibawahnya boyo (atau buaya) dilambangkan dengan gambar buaya yang berbaring juga menghadap kearah kanan.
Kedua perlambang ini dibingkai oleh sebuah perisai. melambangkan bahwa Surabaya merupakan gerbang masukknya pendatang ke kerajaan Majapahit.

2. Lambang pada saat kolonial Belanda


Bentuk lambang menyerupai lambang-lambang yang ada di Eropa (Belanda khususnya). terdiri dari 2 ekor singa yang mencengkeram gambar Sura dan Boyo dalam perisai. perhatikan kuku-kuku singa yang mencengkeram, itu perlambang bahwa Surabaya berada dibawah belenggu kolonial Belanda. diatas perisai, terdapat simbol benteng yang menyerupai mahkota, melambangkan Surabaya berada dibawah kekuasaan kerajaan Belanda.

3. Lambang saat ini.


Bentuk lambang ini mempunyai arti:
a. Lambang berbentuk perisai segi enam yang distilir (gesty leerd), yang
maksudnya melindungi Kota Besar Surabaya.
b. Lukisan Tugu Pahlawan melambangkan kepahlawanan putera-puteri Surabaya dalam
mempertahankan Kemerdekaan melawan kaum penjajah.
c. Lukisan ikan Sura dan Baya yang berarti Sura Ing Baya melambangkan sifat
keberanian putera-puteri Surabaya yang tidak gentar menghadapi sesuatu bahaya.
d. Warna-warna biru, hitam, perak (putih) dan emas (kuning) dibuat sejernih dan
secermelang mungkin, agar dengan demikian dihasilkan suatu lambang yang
memuaskan.

Tentang Nama Surabaya


Nama Surabaya berasal dari bahasa sansekerta ‘sura‘ yang artinya keberanian dan kesulitan. Menurut P.J Veth, kata Surabaya memiliki arti pelabuhan yang aman. Sementaraahli lain, Breman memperkirakan nama itu berasal dari mitos tentang pertarungan antara ikan sura dan buaya. Menurutnya pertarungan antara ikan sura dan buaya itu dianggap sebagai lambang pertarungan abadi antara laut dan daratan dengan menampilkan binatang sebagai penguasa kedua wilayah itu. Di Surabaya memang ditandai dengan mundurnya (garis pantai) laut oleh endapan pasir dan lumpur di muara sungai-sungai. Laut pasang naik diibaratkan sebagai pelanggaran terhadap wilayah daratan oleh ikan sura, sedangkan laut pasang surut mengiaskan direbutnya kembali wilayah tersebut oleh sang buaya.

Bahwa ‘sura‘ sering ditemukan dalam kata-kata gabungan. Dalam hal ini kata ‘sura‘ tidak ada hubungannya dengan ikan hiu, meskipun hiu dinamakan juga ikan ‘sura‘. Disini ‘sura‘ berarti: gagah berani, pandai berkelahi, dan ganas. Sementara itu ‘baya’ memiliki arti pertarungan, berbahaya, pahlawan, dan pemberani. Menurut pengertian di atas maka “sura-westhi” berarti ‘ratu pemberani’, “sura-pringga” berarti pahlawan pemberani. Karena ikan ‘sura‘, seekor binatang pemberani banyak terdapat di lautan dan sangat dikenal penduduk, demikian pula ‘baya‘ (buaya). Baik sifat maupun nama mereka, ternyata ‘sura‘ dan ‘baya‘ memiliki makna yang sangat tepat sebagai identitas Surabaya.

Hampir seluruh peristiwa sejarah di Jawa Timur berada di aliran Sungai Berantas, dan yang paling besar di daerah muara sungai yang bernama Surabaya. Maka layak dan wajarlah rasanya apabila Kota Surabaya pada awal jaman Indonesia Merdeka, yang dihuni oleh berbagai suku bangsa, punya semangat yang menyala-nyala untukmembela kemerdekaan negaranya. Ketika kemerdekaan itu terganggu, Surabaya menjadi suratan takdir untuk menjelma sebagai kota Pahlawan, menjadi kancah perjuangan bangsa Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan dan menolak segala jenis penjajahan. pada bulan November 1945 Arek-arek Suroboyo menolak dengan tegas kembalinya kaum penjajah di negeri ini.

Sumber: Surabaya dan Jejak Kepahlawanannya, 2008